-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Seputar SDPPI
43 Merek Ponsel Sudah Dibuat di Indonesia
Bogor (SDPPI) - Sedikitnya 43 merek telepon seluler sudah dibuat di Indonesia oleh 18 perusahaan yang berfungsi sebagai electronic manufacturing system dengan total investasi manufaktur kurang lebih Rp 7 triliun dan menyerap tenaga kerja sekitar 13.000 orang.
Demikian disampaikan Plt. Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI Mochamad Hadiyana dalam Workshop Membangun Kemandirian Industri HKT Dalam Negeri Melalui Pengujian Mandiri yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, 30 – 31 Agustus 2017.
Hingga akhir 2016, menurut Hadiyana, produk perangkat mobile impor turun kurang lebih 30 persen dibanding 2015, menjadi sekitar 18,5 juta unit dengan nilai berkisar 775 juta dolar AS untuk 50 merek lokal dan internasional.
Sementara produksi dalam negeri meningkat 36 persen dari tahun 2015 menjadi sekitar 68 juta unit perangkat untuk 42 merek lokal dan internasional menyusul diberlakukannya ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) .
Pemberlakukan TKDN juga mendorong impor nilai telepon seluler, komputer genggam, dan tablet turun menjadi 2,793 miliar dolar AS dibanding tahun 2015.
Bahkan, berdasarkan data sertifikasi 2017, sudah ada setidaknya 13 merek perangkat telekomunikasi yang sudah memenuhi TKDN di atas 30 persen, jelas Hadiyana.
Oleh karena itu, dalam upaya mendorong kemandirian industri perangkat telekomunikasi dalam negeri, Ditjen SDPPI berkomitmen untuk memberikan pelayanan prima dalam sertifikasi perangkat telekomunikasi.
Tidak hanya itu, Ditjen SDPPI juga sudah memberlakukan regulasi mengenai pengujian perangkat telekomunikasi secara mandiri oleh produsen guna mendorong pertumbuhan dan daya saing industri lokal. Produsen dapat mengajukan sertifikasi berdasarkan hasil pengujian mandiri itu sehingga lebih mudah.
Dengan skema baru itu, kata Hadiyana, diharapkan industri perangkat handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) dalam negeri secara mendiri dapat meningkatkan mutu dan reputasi serta dapat diterima baik oleh pasar dalam maupun luar negeri.
Skema ini sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 23 tahun 2016 tentang Sertifikasi HKT, Bab II Pasal 6. Dengan regulasi tersebut diharapkan industri nasional dapat tumbuh secara mandiri, khususnya merek lokal, untuk dapat bertahan dalam persaingan global.
Hidayana berharap workshop ini dapat menghasilkan masukan atau rekomendasi terkait implementasi skema pengujian mandiri oleh laboratorium pihak pertama (produsen) sehingga perkembangan dunia TIK Indonesia yang pesat dapat berimbang dengan tumbuhnya industri dalam negeri pada sektor yang sama.
Disamping itu, Ditjen SDPPI yang juga mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merumuskan kebijakan bidang TIK, akan berupaya sebaik mungkin untuk mendorong pertumbuhan industri TIK di Indonesia.
Workshop di Kota Hujan ini dihadiri oleh perwakilan dari Komite Akreditasi Nasional, Pusat Penelitian SMTP Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan 14 pabrikan handphone, komputer genggam, dan tablet.
Para perwakilan dari industri itu juga memaparkan mengenai teknologi yang mereka tetapkan pada perangkat produksi mereka.
(Sumber/Foto : vb/ras)