-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Concern Kementerian Kominfo Terhadap Keputusan Kasasi MA Yang Menimpa Prita Mulyasari
Siaran Pers No. 47/PIH/KOMINFO/7/2011
(Jakarta, 11 Juli 2011). Sebagaimana diberitakan oleh sebagian besar media massa dalam beberapa hari terakhir ini, diketahui, bahwa Prita Mulyasari telah diputuskan vonis kasasinya oleh Mahkamah Agung (MA) per tanggal 30 Juni 2011, yang intinya Prita divonis 6 bulan, namun dengan masa percobaan selama 1 tahun. Artinya, Prita tidak perlu dipenjara, asalkan tidak mengulangi perbuatannya dalam waktu satu tahun.
Kementerian Kominfo melalui Siaran Pers ini menyampaikan tanggapan sebagai berikut:
- Kementerian Kominfo pada dasarnya secara resmi sangat menghormati proses hukum yang berlaku terhadap Prita Mulyasari.
- Namun demikian, melalui kesempatan ini, Kementerian Kominfo juga perlu menyampaikan sikap keprihatinan terhadap masalah hukum yang yang menimpa Prita Mulyasari.
- Sejak awal masalah tersebut mulai mencuat pada awal bulan Juni 2009, Kementerian Kominfo sudah menegaskan secara tegas legal standing -nya (melalui Siaran Pers tertanggal 6 Juni 2009), bahwa kasus Prita Mulyasari tidak bisa dikaitkan secara langsung dan juga bukan merupakan korban dari UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang sering disebut-sebut sebagai alasan untuk mendakwa Prita sesungguhnya kalimat lengkapnya adalah sebagai berikut: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik". Padahal substansi "dengan sengaja" yang dimaksudkan belum tentu terpenuhi hukumnya secara materiil, karena tidak terbukti bahwa Prita melakukan publikasi secara terbuka, terkecuali semata-mata hanya mengirimkan sejumlah email terbatas tujuannya dengan tujuan untuk sekedar menggunakan hak dari seorang konsumen untuk menyampaikan pendapat dan keluhan yang dialaminya atas jasa yang diberikan oleh suatu layanan publik yang pernah dialami dari RS Omni Internasional saat itu. Hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , khususnya Pasal 4 huruf d yang berbunyi "Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan" Oleh karena itu, unsur "tanpa hak" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus tersebut.
- Pengkaitan dengan UU Perlindungan Konsumen tersebut dimungkinkan, karena Pasal 53 UU ITE menyebutkan secara lengkap: "Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan tehnologi informasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku".
- Terkait dengan masalah pemberlakukan UU ITE, maka Pasal 54 ayat (1) UU ITE menyatakan: "Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan ". Di dalam keterangan UU ITE disebutkan, bahwa UU ITE disahkan pada tanggal 21 April 2008 dan kemudian disebutkan juga, bahwa UU ITE diundangkan pada tanggal 21 April 2008 juga. Sedangkan yang harus sudah ditetapkan paling lambat tanggal 21 April 2010 adalah Peraturan Pemerintah, sebagaimana disebutkan pada Pasal 54 ayat (2) yang di antaranya menyatakan: "Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-undang ini". Ini berbeda dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang baru berlaku pada tanggal 30 April 2010, yaitu terhitung 2 tahun sejak diundangkan dimana UU KIP tersebut disahkan dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008.
- Hal lain yang juga diatur dalam UU ITE sehingga tidak demikian mudah bagi seseorang untuk langsung ditangkap dan ditahan, adalah karena pada dasarnya UU ITE juga telah memberikan perlindungan lain dengan meminimalisir abuse of power dalam melakukan penangkapan dan penahanan , sebagaimana termuat dalam Pasal 43 ayat (6) UU ITE yang menyebutkan : "Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam." Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa tiga institusi penegak hukum: (i) kepolisian, (ii) kejaksaan, dan (iii) pengadilan wajib melakukan koordinasi mengenai perlunya atau dasar dilakukannya penahanan. Adanya koordinasi ini ditujukan untuk mencegah abuse of power oleh aparat penegak hukum .
- Sejak berlakunya UU ITE, Kementerian Kominfo telah melakukan sosialisasi secara intensif kepada para penegak hukum dan masyarakat mengingat peraturan perundang-undangan ini memiliki domain baru yang sifatnya sangat virtual dan sosialisasi tersebut akan terus dilakukan dan ditingkatkan. Di samping itu kepada warga masyarakat juga diberikan hak dan kesempatan untuk mengevaluasi, mencermati dan mengkritisi UU tersebut pasal demi pasal sekiranya terdapat substansi yang bertentangan dengan UUD 1945. Kesempatan tersebut telah dimanfaatkan oleh beberapa warga masyarakat untuk mengajukan peninjauan kembali (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 27 UU tersebut, namun kemudian dalam keputusannya pada tanggal 5 Mei 2009 Mahkamah Konstitusi telah menolak permohonan tersebut melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 2/PUU-VII/2009 tanggal 5 Mei 2009, menyebutkan, bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.
- Meskipun sudah ada Keputusan Mahkamah Konstitusi, namun karena adanya keinginan yang sangat kuat untuk dilakukan revisi terhadap UU ITE tersebut, maka sejak akhir tahun 2010 hingga saat ini Kementerian Kominfo terus melakukan pembahasan intensif terhadap sejumlah materi yang perlu direvisi dari UU ITE. Salah satu point krusial yang akan direvisi adalah pada Pasal 45 ayat (1) yang menyebutkan: "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)". Sangat besar kemungkinan bahwa pasal ancaman pidana mengenai pencemaran nama baik tersebut akan jauh berlipat diperingan (dikurangi secara drastis) yang disesuaikan dengan sejumlah aturan perundang-undangan yang lain. Namun kesemuanya itu masih tergantung pada saat pembahasan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta pembahasan formal di DPR-RI.
- Dengan demikian, tidak perlu dan tidak ada alasan sedikitpun bagi masyarakat untuk merasa cemas, trauma dan takut menggunakan layanan telekomunikasi dan dalam berkomunikasi secara elektronik bagi kepentingan aktivitas masing-masing masyarakat sepanjang memang tidak ada unsur kesengajaan untuk penghinaan dan pencemaran nama baik secara terbuka. Himbauan Kementerian Kominfo ini perlu disampaikan agar supaya tidak ada keragu-raguan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka seperti yang sering disampaikan dalam rubrik keluhan pembaca atau "Redaksi Yth" di berbagai media massa, mengingat kecenderungan saat ini surat keluhan lebih banyak dikirimkan melalui sarana email dibandingkan dikirimkan melalui layanan pos atau jasa kurir swasta lainnya. Himbauan ini perlu disampaikan secara terbuka untuk mengurangi kecemasan masyarakat, karena aturan hukum yang mengatur kebebasan individu atau sekelompok orang atau institusi untuk memperoleh privasi dalam berkomunikasi secara elektronik sangat kuat dan ketat rambu-rambunya . Bahwasanya kemudian timbul masalkah hukum akibat isi dari komunikasi elektronik tersebut yang kemudian dibuka untuk konsumsi umum dan menimbulkan respon resistensi atau keberatan dari pihak lain, maka hal tersebut adalah persoalan lain yang tidak langsung disebabkan oleh UU ITE tersebut.
---------------
Kepala Pusat Informsasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).
Sumber ilustrasi: http://www.google.co.id/ imgres?imgurl=http:// media.vivanews.com/ thumbs2/2009 /11/18/80145 _prita_mulyasari_ dituntut_6_bulan _penjara_300_ 225.jpg&imgrefurl= http://nasional .vivanews.com/news/read/115795-uu_ite