-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Penjelasan Menteri Kominfo Tifatul Sembiring Terkait Dengan Ketidak Akuratan Data Informasi Wikileaks Mengenai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Sebagaimana Diberitakan Oleh Dua Media Australia
Siaran Pers No. 23/PIH/KOMINFO/3/2011
(Jakarta, 11 Maret 2011). Menanggapi beredarnya informasi pada pemberitaan dua media Australia (Sidney Morning Herald danThe Age), yang bersumber dari Wikileaks, Menteri Kominfo Tifatul Sembiring dengan jelas mengatakan, bahwa informasi yang diungkap dan dibocorkan yang terkait dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut tidak memiliki tingkat validasi yang akurat. Bahkan sebagai perbandingan, menurut Tifatul, di beberapa negara informasi yang dibocorkan Wikileaks banyak diabaikan dan bahkan dianggap sebagai candaan. "Itu ibarat biji kedondong, pantasnya dibuang. Kalau ditelan tenggorokan akan sakit", kata Menteri Kominfo..
Tifatul juga mengatakan banyak hal yang tidak logis mengenai informasi tersebut, seperti misalnya disebutkannya, bahwa Taufik Kiemas pernah diindikasikan diduga terkait suatu tindak pidana korupsi dan kemudian kasusnya diintervensi oleh SBY. "Padahal selama ini kita tidak pernah mendengar yang bersangkutan terjerat kasus korupsi," kata Tifatul. "Sebenarnya info Wikileaks tidak terlalu berpengaruh di Indonesia, sebab kita adalah negara dengan sistem politik terbuka. Ini belum lagi terhitung dengan didukung UU Keterbukaan Informasi Publik, semuanya serba terbuka dan dalam lingkup yang sangat demokratis. Jadi jenis informasi seperti itu jelas tidak laku," pungkas Tifatul.
Tifatul juga menambahkan, bahwa jika di negara-negara yang sistem politiknya tertutup, represif dan otoriter, maka hal tersebut baru menjadi suatu persoalan pelik. Tifatul justru menyayangkan kalau benar isi kawat diplomatik dari Kedubes AS yang bocor ke seluruh dunia itu masih berupa informasi yang masih sangat mentah dan belum jelas kebenarannya, namun sudah dikirim kesana kemari. Juga dikatakannya, bahwa dari keterangan diplomat AS disebutkan, bahwa informasi semacam itu kadang-kadang bersumber dari obrolan lepas saat pertemuan, candaan, dan rumor yang lalu dimasukkan ke dalam laporan Kedubes AS ke Washington DC.
Tifatul juga mempertanyakan kondisi dimana mereka tidak melihat proses-proses yang seharusnya dilalui untuk menyebut suatu data dapat dikategorikan sebagai informasi yang sudah terverifikasi, mana yang sudah diidentifikasi, mana yang sudah klasified, dan mana yang sudah tervalidasi. "Seolah-olah hal ini seperti informasi sampah saja," tandas Tifatul. "Masa informasi seperti itu dikirim dan bocor ke mana-mana. Bagaimana AS menjaga keamanan informasi mereka," kata Tifatul.
Sebagai informasi, banyak pihak sebelum ini juga yang mempertanyakan tentang kebenaran informasi Wikileaks misalnya, yang pernah menyebutkan, bahwa Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pernah memerintahkan untuk menyadap informasi terhadap aktivitas para perwakilan anggota Majelis Umum PBB. "Mereka harus segera melakukan klarifikasi dan tidak bisa sekedar bergumam it was denied," tambah Tifatul. Pada akhirnya, Menteri Kominfo menyampaikan himbauan kepada seluruh masyarakat agar dapat memilah dan memilih mana informasi yang berkembang, sehingga dapat diketahui antara yang benar dan yang salah atau juga antara mana yang terkonfirmasi dan mana yang sekedar gosip.
—-
Kepala Pusat informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898504; Email: gatot_b@postel.go.id ; Tel/Fax: 021.3504024).
Sumber ilustrasi: http://www.blindloop.com/wp-content/uploads/2010/12/wikileaks.jpg.