-
Email:
callcenter_sdppi@kominfo.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Seputar SDPPI
Ditjen SDPPI Lakukan Pengawasan Importasi Perangkat Telekomunikasi Dengan SiANTI
Bekasi (SDPPI) – Sebagai bentuk pengawasan dan pengendalian terhadap importasi alat telekomunikasi dan/atau perangkat telekomunikasi (APT), Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengembangkan Sistem Pengawasan Pengendalian Data Impor Alat telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi (SiANTI) yang terintegrasi dengan data Indonesia National Single Window (INSW).
Ketua Tim Kerja Monitoring, Evaluasi dan Penertiban Alat Perangkat Telekomunikasi Andi Faisa Achmad mengungkapkan bahwa sejak tahun 1999 dalam Undang- Undang Nomor 36 tentang Telekommunikasi sudah tertuang peraturan terkait penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi yang beredar di Indonesia yang wajib tersertifikasi.
“Setiap Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dan dimasukkan untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi standar teknis, dan pemenuhan standar teknis tersebut dibuktikan dengan Sertifikat”, ucapnya dalam sambutan, Senin (4/11/2024).
Pada kesempatan ini, Meilia Budi Lastiti (Penyusun Manajemen Pengendalian SFR dan Perangkat Informatika) memaparkan dasar hukum pelaksanaan pengawasan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yaitu Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang berlaku mulai tanggal 30 Desember 2023. Serta PP No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, yang berlaku sejak 2 Februari 2021.
“Selain itu ada PP No 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, berlaku pada 2 Februari 2021 dan PM Kominfo No 3 Tahun 2024 tentang Sertifikasi Alat atau Perangkat Telekomunikasi” ucapnya.
Selain itu pengawasan dan penindakan juga dilakukan terhadap APT yang sengaja didesain untuk memblokir, mengacaukan/mengacak, menggangu dan menimbulkan gangguan elektromagnetik terhadap pemegang Izin Spektrum Frekuensi Radio (ISR) maupun masyarakat.
“Apabila menggunakan perangkat yang dilarang seperti Jammer maka pelaku dapat dikenakan pidana dan dapat dikenakan kurungan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) sesuai pasal 55 UU 36/1999”, jelas Meilia.
Pelaku usaha yang melakukan importasi APT namun tidak melengkapi data Merk dan type perangkat pada data importasi, diminta untuk melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk menghindari penenaan sanksi administrasi pelanggaran alat perangkat telekomunikasi.
APT yang termasuk dalam data Importasi yang wajib bersertifikat memiliki kriteria mempunyai fungsi telekomunikasi antara lain yang memancarkan spektrum frekuensi radio dan merupakan end product. Dokumen yang perlu di unggah (format pdf) yaitu Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Sertifikat Perangkat Ditjen SDPPI, dan Spesifikasi Teknis dan Foto Perangkat.
Sedangkan dokumen yang dibutuhkan untuk validasi data importasi APT yang tidak wajib bersertifikat seperti perangkat modul, kabel, part list, sparepart perbaikan (repair), perangkat dengan izin Impor sementara, dan bukan end product, yaitu surat pernyataan bertandatangan dan bermaterai yang menyatakan bahwa perangkat yang di impor tidak wajib bersertifikat, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Spesifikasi Teknis dan Foto Perangkat, Nota Pelayanan Ekspor (NPE) atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), dan Surat Izin Impor Sementara dari Ditjen Bea Cukai, hal ini disampaikan oleh Sekar Asmoro Gati selaku Analis Manajemen Sumber Daya dan Perangkat Spektrum Frekuensi Radio Level 2 dalam Bimbingan Teknis Aplikasi SIANTI.
Kegiatan Bimbingan Teknis yang bertempat di Hotel Avenzel, Bekasi (4/11/2024) ini dihadiri oleh 34 Perusahaan Importasi Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi.
Sumber/Foto: Dwinta/Karina/Tara, Setditjen SDPPI