-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Rencana Pengaturan Pembangunan Tower Telekomunikasi Secara Nasional Dalam Waktu Dekat Ini
Siaran Pers No. 80/DJPT.1/KOMINFO/VI/2006
- Sebagai konsekuensi dari semakin pesatnya pembangunan telekomunikasi, khususnya telekomunikasi nirkabel, semakin meningkat pula pembangunan infrastruktur prasarana pendukung seperti menara telekomunikasi. Hanya saja, saat ini cukup banyak menara telekomunikasi yang dianggap kurang memenuhi jaminan keamanan lingkungan dan kurang proporsional penempatannya bagi estetika tata kota. Kondisi ini menjadi lebih komplikated karena sebagian masyarakat semakin kritis, sehingga sering mudah eksplosif sikapnya terhadap menara telekomunikasi yang dianggapnya berpotensi mudah membahayakan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Bahkan secara ekonomi, persaingan pendirian menara telekomunikasi ini justru cenderung kurang efisien, karena beban biaya menjadi berlebih dibanding dengan kemungkinan single tower . Menyadari realita tersebut, Ditjen Postel dalam beberapa bulan terakhir ini telah mencoba menyusun konsep standar menara telekomunikasi yang paling tidak memenuhi sejumlah faktor persyaratan yang terkait dengan masalah keamanan lingkungan masyarakat, kesehatan, kekuatan konstruksi, estetika tata kota dan lain sebagainya.
- Rencana penyusunan konsep standarisasi menara telekomunikasi yang disusun oleh Ditjen Postel ini melibatkan juga Departemen Pekerjaan Umum, Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi, Pemerintah Daerah, operator telekomunikasi, vendor telekomunikasi dan lain sebagainya untuk memperoleh data dan masukan yang berguna bagi penyusunan konsep ini. Keterlibatan Pemda cukup penting dalam konteks ini, karena sebagai gambaran , Pemda DKI telah memiliki suatu Perda (Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2006 tentang Pembangunan dan Penataan Menara Telekomunikasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta) yang secara khusus pembangunan menara telekomunikasi yang supaya lebih efektif dan efisien dalam penggunaan dan pemanfaatan tata ruang kota. Di samping itu, sebagai komparasi, konsep ini sudah diperbandingkan dengan ada di beberapa negara lain, seperti misalnya di Amerika Serikat yang regulasinya dikeluarkan oleh Federal Communications Commission(FCC) yang bekerjasama dengan beberapa pemerintah negara bagian tentang Transmitting Antenna RF Emission Safety: Rules, Prosedures and Practical Guidance, di Kanada yang regulasinya dikeluarkan oleh Telecommunication Industry Assosiation(TIA) yang bekerjasama dengan Electronic Industry Alliance (EIA) tentang Structural Standards for Steel Antenna Tower and Supporting Structures , dan di Malaysia yang dikeluarkan oleh Kementerian Perumahan dan Kementerian Pengairan, Energi dan Komunikasi tentang Garis Panduan Pembinaan Menara dan Struktur Sistem Pemancar Telekomunikasi di Kawasan Pihak Berkuasa Tempatan.
- Sejauh ini Ditjen Postel memang baru tiga kali mengadakan pertemuan lintas sektoral untuk penyempurnaan konsep ini yang berlangsung sejak tanggal 27 April 2006 hingga tanggal 23 Juni 2006 ini. Pertemuan pertama tersebut lebih banyak membahas hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis. Yang bersifat teknis misalnya pembahasan masalah batasan maximum permissible exposure (MPE) serta standard konstruksi beban kerangka tower dan pondasi. Point-point tersebut cukup penting, karena secara garis besar standar menara telekomunikasi pada dasarnya terkait pada standar radio sistem antena dan standard konstruksi sistem menaranya. Sedangkan hal-hal lain yang bersifat non teknis juga sempat dibahas seperti misalnya masalah perijinan, kebijakan penggunaan menara bersama, mekanisme pengawasan dan lain sebagainya. Maka mengingat cukup luasnya tingkat kompleksitas masalah ini, kemudian dilanjutkan pada pertemuan kedua di bulan Mei 2006 dan kemudian berlanjut juga pada pertemuan ketiga pada tanggal 23 Juni 2006.
- Baik pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga, Ditjen Postel sudah menyampaikan usulan atau konsep Peraturan Menteri Kominfo tentang Pedoman Persyaratan Teknis Pendirian Menara Telekomunikasi. Draft peraturan ini memuat ketentuan yang mengatur tentang struktur menara telekomunikasi, menara telekomunikasi bersama, radiasi komunikasi radio, sarana pendukung menara telekomunikasi, pengoperasian dan pemeliharaan, serta pengawasan dan pengendalian. Bab tentang struktur menara telekomunikasi di antaranya menyangkut ketentuan tentang kewajiban memperoleh ijin, jenis menara (menara telekomunikasi tunggal atau menara telekomunikasi bersama), lokasi tanah/bangunan untuk menara telekomunikasi dan jaminan kekuatan fisik bangunan menara telekomunikasi. Di samping itu, masih di bab tersebut dimuat juga ketentuan tentang kekuatan menara telekomunikasi berdasarkan standar SNI (beban, rangka baja dan pondasi beton), batas ketinggian, serta jarak minimum dengan bangunan lain (perumahan, komersial dan industri). Sebagai contoh yang disebutkan dalam pasal di bab ini seperti berikut ini (Alternatif I/seperti di Malaysia):
| Jarak Tower dari Bangunan (meter) | |
Jenis Bangunan | Ketinggian tower sampai dengan 45 meter | Ketinggian tower sampai di atas 45 meter |
Perumahan | 20 | 30 |
Komersial | 10 | 15 |
Industri | 5 | 10 |
Dan Alternatif II:
- Untuk ketinggian tower di atas 60 meter, jarak tower dari bangunan terdekat adalah 20 meter.
- Untuk ketinggian tower di bawah 60 meter, jarak tower dari bangunan terdekat adalah 10 meter
- Sedangkan yang diatur dalam bab tentang menara telekomunikasi bersama qadalah mengenai larangan interferensi, kewajiban koordinasi seandainya muncul persoalan, beban maksimal menara telekomunikasi serta batas aman antar antena di menara telekomunikasi bersama tersebut.
- Akan halnya bab tentang radiasi komunikasi radio mengatur ketentuan batasan maksimum radiasi yang diizinkan. Selanjutnya pada bab tentang sarana pendukung menara komunikasi mengatur tentang komponen fisik dan non fisik yang terdapat pada menara tersebut, yang terdiri dari grounding dan penangkal petir, catu daya listrik beserta catu daya back up -nya, aviation light , identitas kepemilikan dan dibangunnya menara, luas minimal lahan serta kemudahan akses dan ketersediaan catu daya yang terpisah dari gedung induknya (seandainya menempel pada suatu gedung tertentu). Yang berikutnya adalah bab tentang pengoperasian dan pemeliharaan yang mengatur kewajiban adanya laporan rutin keadaan setiap menara telekomunikasi. Dan yang terakhir yaitu bab tentang pengawasan dan pengendalian yang mengatur tentang fungsi pengawasan dan pengendalian yang melekat pada Dirjen Postel.
- Draft Peraturan Menteri Kominfo tersebut memang masih perlu menuntut pembahasan ulang dan lebih intensif, karena pada dasarnya Ditjen Postel sangat akomodatif terhadap berbagai masukan yang ada dari berbagai instansi terkait. Sehubungan dengan itu, seperti biasanya, dalam waktu dekat ini Ditjen Postel akan segera mempublikasikan draft peraturan ini sebagai bentuk konsultasi publik selama sekitar satu bulan penuh, seperti yang pernah terjadi ketika Ditjen Postel mempublikasikan draft peraturan tentang penataan 3G dan juga draft peraturan tentang seleksi lelang 3G pada bulan Januari 2006 yang lalu melalui website Ditjen Postel. Konsultasi publik tersebut diharapkan dapat menampung lebih banyak pandangan kritis dan konstruktif dan memperkecil kemungkinan resistensi yang berkembang .
- Ditjen Postel menyadari sepenuhnya, bahwa tingkat komplikasi penyusunan draft peraturan ini memang cukup tinggi dari berbagai aspek. Hanya saja untungnya secara prinsip banyak pihak yang sangat mendukung kemungkinan terbitnya peraturan ini sehingga sangat berpotensi konstruktif bagi kepentingan operator telekomunikasi, vendor telekomunikasi, pemerintah daerah, otoritas bandara udara dan lain sebagainya. Sehingga kombinasi antara adanya tingkat kesulitan dan dukungan ini menuntut Ditjen Postel untuk harus berhati-hati dan komprehensif dalam memfasilitasi pembahasannya. Sebagai contoh, selain Pemda DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2006 tentang Pembangunan dan Penataan Menara Telekomunikasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, instansi lain yang juga sudah mengatur hal yang hampir serupa adalah Departemen Perhubungan melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 5 Tahun 2004 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Di Sekitar Bandar Udara Juanda - Surabaya. Peserta pertemuan tanggal 23 Juni 2006 di Ditjen Postel ini yang dari unsur Ditjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan mendukung sepenuhnya pembahasan draft peraturan ini karena memang pada kenyataannya semakin banyak dikeluhkan adanya gangguan navigasi penerbangan yang diakibatkan oleh keberadaan beragam menara (baik menara telekomunikasi telekomunikasi seluler, menara PLN, menara pemancar radio, menara pemancar televisi dan lain sebagainya) di sekitar bandara tanpa aturan yang jelas. Regulasi lain serupa yang serupa juga telah diterbitkan oleh Bupati Badung - Bali melalui Peraturan Bupati Badung No. 15 Tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Badung, yang pada intinya juga mengatur masalah pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung dengan berbagai persyaratan tertentu. Otoritas lain yang sesungguhnya juga sudah mengatur hal serupa adalah Otoritas Batam.
- Bagi para operator telekomunikasi seluler (khususnya yang tergabung dalam ATSI/Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia),penyusunan draft peraturan oleh Ditjen Postel ini diharapkan dapat mengatasi kesimpang siuran regulasi tentang masalah pembangunan menara telekomunikasi, karena selama ini seandainya terdapat suatu peraturan (baik yang diterbitkan oleh suatu Pemda tertentu atau oleh suatu departemen tertentu) yang langsung terkait dengan masalah tersebut, komunitas industri telekomunikasi tersebut dibuat cukup panik mengingat isyu yang berkembang sering beragam , mulai dari adanya opini dari anggota legislatif daerahnya yang menghendaki agar menara yang eksisting agar dirobohkan saja, atau ada juga yang menghendaki agar pajak/restribusinya ditingkatkan karena industri telekomunikasi dianggap sebagai " one of the most potential commercially businesses ", dan berbagai pandangan lain yang kontra produktif. Itulah sebabnya, Ditjen Postel sebagai regulator penyelenggara telekomunikasi sangat berkepentingan untuk mengakomodasi concernatau kecemasan komunitas industri telekomunikasi, meskipun di sisi lain Ditjen Postel juga mendesak komunitas ini untuk mendesign ulang pola pengembangan menara telekomunikasi agar pemenuhan keamanan lingkungan masyarakat, kesehatan, kekuatan konstruksi, estetika tata kota dan lain sebagainya dapat terakomodasi secara proporsional, sehingga benturan konflik dan persoalannya dengan instansi lain dapat diminimalisasi.
- Beberapa hal sikap kehati-hatian Ditjen Postel di antaranya adalah agar yang akan diatur standarisasinya adalah pembangunan menara telekomunikasi yang akan datang, jadi bukannya yang eksisting, sehingga terhadap yang eksisting ini hanya sebatas masalah pemenuhan kelengkapan persyaratan keamanan lingkungan masyarakat, kesehatan, kekuatan konstruksi, estetika tata kota dan lain sebagainya. Sulit dibayangkan seandainya yang eksisting harus dibongkar ulang (kecuali yang sama sekali memang tidak laik dari berbagai aspek persyaratannya), karena selain menimbulkan biaya yang tidak sedikit, juga berpotensi mengganggu kontinuitas layanan. Sedang dipikirkan pula bahwasanya maximum sharing menara telekomunikasi bersama adalah untuk 3 penyelenggara telekomunikasi, karena akan semakin mahal konstruksinya bila semakin banyak penyelenggara telekomunikasi yang harus ditampung. Selain itu, yang cukup krusial sedang dipertimbangkan adalah seandainya titik lokasinya tidak bisa sama, Pemda setempat tetap harus konsisten mengeluarkan IMB, karena sulit bila dipaksakan semua titik harus sama terutama untuk penyelenggara telekomunikasi yang eksisting. Dengan pola pembangunan seperti itu minimal memberikan kepastian kepada para penyelenggara telekomunikasi seluler tetap dapat melakukan cara pembangunan sistem secara bergantian sehingga konsep one to one tetap terjaga.
- Ditjen Postel tidak hanya berkepentingan agar draft peraturan ini dapat segera diselesaikan, tetapi juga sangat berkeinginan agar peraturan ini nantinya dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan. Concern Ditjen Postel ini didasari pada realita tentang sudah adanya beberapa peraturan lain yang sudah terlanjur diterbitkan oleh instansi lain, sehingga peraturan ini diharapkan dapat menjadi " umbrella law " bagi yang lain, karena tidak ada gunanya peraturan ini diterbitkan seandainya aroganisme antar sektoral tidak dapat diselesaikan secara proporsional. Dalam konteks inilah terpikir pula oleh Ditjen Postel, bahwa seandainya draft regulasi ini diperkirakan akan lebih banyak kendala dalam pelaksanaannya, maka tidak tertutup kemungkinan diformat dalam bentuk keputusan bersama antara Menteri Kominfo dengan Menteri-Menteri lainnya yang terkait. Segala kemungkinan masih terbuka untuk itu.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id