-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Acara Video Conference Dengan Presiden Republik Indonesia Bersama Tokoh dan Warga Masyarakat di 4 Lokasi Desa Tertinggal dan Pulau Terdepan
Siaran Pers No. 93/DJPT.1/KOMINFO/8/2008
Dalam rangkaian salah satu kegiatan menjelang puncak peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan ke-63 Republik Indonesia ini, Presiden Republik Indonesia dari Istana Negara - Jakarta (dengan didampingi oleh Menteri Kominfo Mohammad Nuh dan dihadiri oleh sebagian besar Menteri dan para stakeholder telekomunikasi) telah berkenan mengadakan percakapan langsung secara visual yang difasilitasi oleh penyelenggara telekomunikasi PT Telkomsel dengan sejumlah tokoh masyarakat yang berada di 4 lokasi yang mewakili daerah tertinggal dan pulau terdepan di wilayah Indonesia ( di Pulau Breueh, Kabupaten Aceh Besar di ujung paling barat Indonesia dan bahkan lebih barat dari kota Sabang, kemudian di Desa Kisar, yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat namun dekat dan berbatasan dengan Timur Leste, selanjutnya yang berada di Desa Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berbatasan dengan Filipina dan yang terakhir yang berada di Desa Rinding Allo, Kabupaten Luwuk Utara). Momentum menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan ini memang sengaja dipilih untuk mengingatkan kembali, bahwa dari sekian banyak faktor dan komponen yang berperan besar bagi tercapainya Kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 63 tahun yang lalu di antaranya adalah sumbangsih yang dikontribusikan oleh bidang telekomunikasi. Melalui sarana dan prasarana telekomunikasi inilah Proklamasi Kemerdekaan tersebut dapat disebar-luaskan ke berbagai penjuru tanah air dan berbagai bagian dunia sekalipun.
Upaya pembukaan akses telekomunikasi ini didasari oleh sikap keprihatinan pemerintah, bahwa penetrasi telepon di Indonesia saat ini masih sangat rendah, khususnya untuk jumlah fixed line meskipun pada sisi lain untuk telepon seluler mengalami peningkatan yang luar biasa cepatnya. Sejauh ini pemerintah telah melakukan restrukturisasi industri telekomunikasi, melalui terminasi atas hak eksklusivitas di dalam penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka membuka peluang bagi pemain baru / investor, untuk dapat membangun dan meningkatkan penetrasi telekomunikasi khususnya di daerah yang belum terjangkau layanan telekomunikasi. Permasalahan utama dalam layanan telekomunikasi untuk daerah rural adalah penyediaan jaringan akses yang membutuhkan investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi, namun "payback period" untuk menutupi biaya investasi dan operasional dibutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga hal ini kurang menarik bagi pelaku bisnis. Itulah sebabnya dalam rangka mewujudkan penyediaan layanan telekomunikasi untuk daerah "rural/remote area" dimaksud, maka pemerintah menetapkan program pembangunan infrastruktur telekomunikasi perintisan di daerah perdesaan yang akhirnya lebih dikenal dengan universal service obligation (USO) di bidang telekomunikasi .
Dalam perencanaannya, kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan USO tahap awal adalah membangun akses telepon minimal 1 SST untuk 1 desa, dengan model telepon publik, berbayar . Pembangunan fasilitas telekomunikasi USO telah diprogramkan ke dalam master plan pembangunan dari tahun 2003 s.d tahun 2015, dan akan dikembangkan untuk jasa-jasa lainnya pada tahun-tahun berikutnya. Sehingga ke depan melalui pembentukan Community Access Point (CAP), masyarakat desa dapat melakukan komunikasi serta mengakses informasi melalui sarana telekomunikasi dan informasi yang bersama di satu tempat. Pada tahap awal di tahun 2003 dan 2004 yang lalu, pendanaan dalam pembangunan USO merupakan upaya pemerintah melalui sumber dana APBN, yang selanjutnya pembangunan akan dilanjutkan melalui sumber pendanaan yang berasal dari konstribusi para penyelenggara telekomunikasi baik jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi, sehingga pelaksanaan dari pembangunan USO dapat direalisasikan secara berkesinambungan dengan tingkat akselerasi yang lebih tinggi. Pembangunan telekomunikasi perintisan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sehingga dapat membuka akses informasi keluar daerah di tingkat desa. Oleh karenanya pemerintah sangat berharap, dengan adanya pembangunan telekomunikasi perintisan ini merupakan indikator telah terbukanya daerah tersebut untuk perkembangan industri dan masuknya investor melalui ketersediaan infrastruktur telekomunikasi.
Namun demikian, mengingat saat ini proses rencana pelaksanaan pembangunan USO masih terkendala aspek hukum dimana pemerintah tetap mematuhinya secara konsisten, pada sisi lain pemerintah tetap tidak tinggal diam begitu saja untuk menanti kepastian hukum terhadap proses peradilan masalah USO dengan cara mengajak sejumlah penyelenggara telekomunikasi untuk tetap berkomitmen dalam membuka akses telekomunikasi, khususnya di daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau terluar sekalipun, yang bertujuan konstruktif bagi kepentingan pertahanan dan keamanan, kebutuhan kelancaran komunikasi antar penduduk dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil. Ajakan dan tantangan pemerintah tersebut rupanya langsung disambut positif oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi, seperti yang telah dilakukan oleh PT Telkomsel yang mengadakan penyediaan fasilitas telekomunikasi di jalur pelayaran laut PT Pelni yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada tanggal 7 Juni 2008, dan kemudian dilanjutkan di desa terpencil Kepulauan Balabalakan (antara Sulawesi dan Kalimantan), Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, yaitu sekitar 8 jam perjalanan kapal boat dari Balikpapan, pada tanggal 27 Juni 2008.
Menurut rencana, pada tahun ini diperkirakan akan disediakan akses telekomunikasi oleh suatu penyelenggara telekomunikasi seluler tersebut bagi sekitar 3.000 desa dan tahun depan bagi sekitar 10.000 desa di seluruh Indonesia. Tergerak oleh upaya konkret yang konstruktif tersebut, PT Excelcomindo Pratama juga berencana membuka hubungan langsung dari Jakarta ke daerah terpencil tertentu di ujung timur Indonesia pada tanggal 20 Agustus 2008 minggu depan ini. Pemerintah yakin sepenuhnya, bahwa penyelenggara-penyelenggara telekomunikasi lainnya akan saling berlomba-lomba untuk menunjukkan kepeduliannya kepada saudara-saudara kita yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Dengan demikian, tidak ada kata putus asa bagi pemerintah untuk mempercepat pembukaan akses telekomunikasi tersebut dengan segala upaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kesempatan yang sangat berbahagia ini, saya menyampaikan ucapan terima-kasih kepada kepada seluruh pihak, khususnya PT Telkomsel dan berbagai pihak lainnya, atas komitmen dan kontribusinya bagi terselenggara dan suksesnya acara ini.
Di samping itu, tepat 32 tahun yang lalu, yaitu pada tanggal 16 Agustus 1976 di tengah upayanya untuk mengurangi kesulitan komunikasi dalam negeri dan mempercepat pelaksanaan pembangunan, Indonesia telah melangkah maju dengan mulai mengoperasikan satelit PALAPA 1 sejak tanggal 16 Agustus 1976 meski pada awal mulanya sempat banyak diragukan keseimbangan antara nilai investasi dan kemanfaatannya serta masih adanya skala prioritas pembangunan yang lain. Pada kenyataannya, satelit tersebut mampu menyalurkan telefon, telex dan transmisi televisi dari sebagian besar wilayah di Indonesia . Selain untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi, Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) PALAPA ini juga digunakan oleh berbagai keperluan lain, misalnya untuk pertahanan dan keamanan, penyiaran, perhubungan dan lain sebagainya. Karena daerah cakupannya meliputi seluruh ASEAN, beberapa negara tetangga telah memanfaatkan satelit PALAPA untuk keperluan komunikasi domestik mereka. Di sini terbukti betapa pentingnya peranan telekomunikasi sebagai salah satu alat komunikasi yang dapat mengudara dan meniadakan batas maupun hambatan apapun.
Acara tersebut juga dimanfaatkan oleh kalangan industri telekomunikasi dalam negeri untuk lebih berkiprah secara optimal di tenah-tengah sangat tingginya ketergantungan Indonesia pada komponen dan produk asing bagi keperluan telekomunikasi, sehingga diharapkan agar para pemangku kepentingan industri telekomunikasi mulai memberikan alokasi yang proporsional bagi penggunaan komponen dan produk telekomunikasi dalam negeri. Himbauan ini bukan berarti masyarakat harus hanya menggunakan produk telekomunikasi dalam negeri saja. Hanya saja, seandainya harga dan kualitasnya kompetitif, mungkin tidak ada persoalan. Namun seandainya pemaksaan ini akan menimbulkan biaya tinggi justru kontra produktif terhadap tujuan optimalisasi penggunaan produk telekomunikasi dalam negeri. Era perdagangan bebas dan keterbukaan informasi saat ini menuntut kalangan industri produk telekomunikasi dalam negeri untuk mempersepsikan kondisi tersebut sebagai tantangan yang harus dirubah menjadi peluang mengingat masyarakat memiliki banyak pilihan dan alternative untuk memilih produk yang dikehendaki. Bahwasanya ada beberapa produk telekomunikasi dalam negeri yang sudah mulai dapat diunggulkan, harus patut diapresiasi. Lebih dari itu yang dikehendaki adalah yang memiliki tingkat daya saing yang tinggi sehingga mampu mampu bersaing tidak hanya di lingkup domestik, tetapi juga bahkan internasional.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel: 021.3860766
Fax: 021.3844046