-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel

- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Klarifikasi Terhadap Kesimpang Siuran Pemberitaan Tentang Status Slot Orbit 150.5º BT
Siaran Pers No. 84/DJPT.1/KOMINFO/6/2007
Menyusuli hasil Rapat Kerja antara Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo Moh. Nuh beserta jajaeannya pda hari Senin tanggal 18 Juni 2007 belum lama ini dan menyikapi berbagai pemberitaan di media massa yang melaporkan hasil rapat kerja tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diluruskan terkait masalah filing pada slot orbit 150,5º BT. Pemberitaan mengenai hal ini antara lain misalnya dikatakan bahwa "karena kelalaian mengurus administrasi, Indonesia kehilangan orbit satelit 150,5 derajat Bujur Timur (BT) dan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai 720 juta dollar AS atau sekitar Rp. 7 triliun". Oleh karena itu, atas pemberitaan tersebut, Ditjen Postel melalui Siaran Pers ini memberikan klarifikasi sebagai berikut.
- Ketidak benaran informasi bahwa slot orbit 1 50.5º BT dianggap hilang
Slot orbit Geo-Stasioner (GSO) merupakan sumber daya alam internasional yang terbatas, dan setiap negara memiliki hak yang sama untuk menggunakannya, baik untuk satelit komunikasi maupun untuk tujuan lain. Tata cara penggunaannya diatur oleh badan internasional yaitu International >Telecommunication Union (ITU) guna menjamin kesetaraan akses dan penggunaan slot orbit bagi semua negara. Setiap negara wajib menempuh prosedur sesuai Radio>Regulations ITU untuk rencana penggunaan frekuensi radio yang terkait dengan satelit termasuk parameter lain seperti lokasi orbit , karakteristik teknis, dll. Prosedur pendaftaran ( filing ) dibagi dalam beberapa tahapan prosedur administrasi, yaitu : Publikasi Awal ( Advance Publication Information/ API) , Koordinasi (Coordination), Pemeriksaan Menyeluruh (Due Diligence) dan Notifikasi (Notification).
Setiap negara baru mendapatkan hak menggunakan slot orbit apabila filing satelitnya sudah berstatus Notified (N) dalam Master >International Frequency Register (MIFR). Tidak ada negara manapun yang dapat memiliki dan mengimplementasikan kedaulatannya atas slot orbit satelit yang merupakan bagian dari ruang angkasa karena berdasarkan hukum internasional ruang angkasa termasuk slot orbit geostationer (GSO) tidak dapat dijadikan objek kepemilikan oleh negara (pasal 2 Space Treaty 1967). Bahkan jika suatu negara tidak betul-betul menggunakan suatu slot orbit yang didaftarkan ke ITU dan tidak ada real satellite secara fisik yang ditempatkan di orbit tersebut maka sesuai dengan prinsip Resolusi 49 ITU (World Radiocommunication Conference/WRC tahun 2003) slot orbit tersebut harus dikembalikan kepada ITU dan masyarakat internasional dan seluruh prosedur notifikasi yang telah dijalankan secara otomatis dibatalkan .
Indonesia melakukan pendaftaran ( filing ) untuk penempatan satelit di slot orbit 150.5 BT dengan nama PALAPA-C4 sejak tahun 1993 dan filing tersebut belum pernah berstatus Notified (N) dalam MIFR, karena koordinasi dengan beberapa Administrasi Telekomunikasi negara lain belum selesai. Dengan kata lain, administrasi Indonesia belum mempunyai hak untuk menggunakan secara penuh terhadap slot orbit 150,5 derajat BT .
Berdasarkan hal tersebut maka istilah "kehilangan slot orbit" tidaklah tepat menggambarkan situasi yang sebenarnya, karena hak penggunaan slot orbit 150,5 BT ini tidak pernah secara resmi didapatkan oleh Indonesia . Istilah yang mungkin lebih tepat menggambarkan situasi ini adalah terjadinya perubahan status filing satelit. Filing yang tadinya berstatus telah menyelesaikan koordinasi dengan beberapa administrasi telekomunikasi negara lain, sekarang statusnya menjadi filing baru, dengan catatan hasil-hasil penyelesaian koordinasi dengan negara-negara lain tetap dapat digunakan . Adapun alasan mengapa koordinasi satelit tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu yang semestinya, ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena belum tertatanya dengan baik pengelolaan persatelitan di masa lalu, yang antara lain disebabkan tidak adanya aturan yang jelas di Indonesia mengenai prosedur pelaksanaan pendaftaran satelit ke ITU.
- Pengelolaan satelit sebelum adanya peraturan tentang persatelitan
Di masa lalu, perencanaan strategis termasuk pengadaan, penggunaan, penempatan satelit, sepenuhnya merupakan bagian dari perhitungan bisnis para operator satelit, oleh sebab itu pemerintah hanya melayani proses administrasi pendaftaran satelit ke ITU sesuai data teknis yang disampaikan operator satelit, dan apabila operator satelit tidak lagi menggunakan slot orbit tersebut pemerintah tidak wajib mempertahankannya. Inisiatif dan korespondensi filing satelit pada umumnya berasal dari operator, karena hanya operatorlah yang lebih mengetahui keadaan pengelolaan satelitnya sendiri. Hingga tingkat tertentu, bahkan pemerintah tidak mengetahui secara terbuka rencana pengembangan satelit suatu operator.
Tidak ada mekanisme regulasi yang memungkinkan Menteri mencabut, memindahkan hak penggunaan slot orbit dan juga tidak ada mekanisme pemberian hak penggunaan pendaftaran (filing) slot orbit sebelumnya meskipun hanya administrasi telekomunikasi (Menteri atau Dirjen) yang diakui oleh ITU dalam melakukan proses-proses pendaftaran penggunaan slot orbit satelit ke ITU mewakili setiap negara.
- Pengelolaan selanjutnya
Sejalan dengan terjadinya restrukturisasi di Ditjen Postel, Depkominfo pada tahun 2005, sejak saat itu sedikit demi sedikit mulai ditemukenali bahwa metode pengelolaan satelit yang bertitik berat pada operator mempunyai beberapa kelemahan. Untuk itu, Ditjen Postel serta masyarakat persatelitan nasional, mulai menyusun aturan tentang penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan satelit. Hasilnya adalah Permen Kominfo Nomor 13/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang menggunakan satelit dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 37/2006 tentang Perubahan terhadap Permen Kominfo Nomor 13/2005 tersebut. Kedua perangkat regulasi ini lebih menekankan peran pemerintah dalam tertib pengelolaan orbit satelit yang didaftarkan ke ITU..
Berdasarkan kedua aturan tersebut, maka untuk setiap perencanaan pengembangan satelitnya, para operator wajib melaporkannya kepada Menteri untuk dilakukan penalaahan. Menteri kemudian akan mengeluarkan Hak atas penggunaan pendaftaran ( filing ) satelit tersebut, sebagai dasar bagi operator satelit untuk mengelola filing tersebut.
Filing slot orbit satelit 150.5 BT sampai saat berstatus suppressed, belum berhasil dikoordinasikan dengan seluruh administrasi negara-negara yang jaringan sistem satelitnya terkait yaitu dengan Amerika Serikat, Korea, Australia, Yunani, Jepang.
Pada saat ini sedang digodok peraturan tentang penyelenggaraan satelit yang akan mengatur secara lebih komprehensif antara lain mengenai aspek-aspek slot orbit termasuk masalah administrasi pendaftaran ke ITU, hak dan kewajiban operator satelit, aturan main (level of playing field) dalam menggunakan slot orbit yang didaftar ke ITU atas nama administrasi Indonesia, kewenangan menteri untuk memberikan hak, mencabut dan mengalihkan hak penggunaan slot orbit dari satu operator ke operator lain, sehingga di masa yang akan datang tidak terjadi lagi kasus kehilangan filing slot orbit satelit yang penting secara nasional namun tidak dimanfaatkan secara tepat oleh operator.
- Kerugian
Secara politis perlu dikaji persepsi tentang kerugian negara yang ditimbulkan atas perubahan status filing slot orbit 150,5 BT. Permasalahan yang sebenarnya adalah terjadinya perubahan status filing satelit menjadi lebih juniordibandingkan filing negara lain yang menjadi lebih awal mendaftar pada slot orbit di 150,5 BT dan memperhitungkan slot orbit yang berdekatan. Hal tersebut merupakan masalah teknis semata, yaitu perjuangan untuk menyelesaikan koordinasi agar satelit Indonesia yang akan ditempatkan di slot orbit tersebut secara teknis dapat dioperasikan dengan tingkat layanan yang baik dan tidak menimbulkan saling interferensi dengan satelit lain yang slot orbitnya berdekatan.
Oleh karenanya operator satelit Indonesia yang akan diberi hak untuk menggunakan slot orbit ini harus secara pasti dan bersungguh-sungguh mempersiapkan rencana dan implementasinya agar upaya re-filing ini dapat secara komprehensif dilakukan oleh Ditjen Postel sehingga di mata internasional Indonesia memang bersungguh-sungguh akan menempatkan satelit di orbit tersebut (tidak " paper satellite ").
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penempatan satelit Indonesia pada slot orbit 150,5 BT dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana operator yang berminat dan bersungguh-sungguh. Peluang kesempatan penyelenggaraan satelit dalam rangka suatu usaha pertelekomunikasian yang memiliki manfaat secara ekonomis tidak akan terhambat, sehingga apa yang dipersepsikan adanya kerugian keuangan negara adalah tidak tepat, karena pada dasarnya slot orbit 150,5 BT masih tetap dapat digunakan oleh Indonesia. Kunci keberhasilan dalam pemanfaatan slot orbit yaitu harus melakukan koordinasi yang intensif baik bagi filing yang junior maupun senior, siapapun Administrasi atau Negara yang menghendaki menggunakan satelit pada suatu slot orbit.
Pada dasarnya slot orbit satelit tidak layak dipertahankan apabila tidak ada satelit yang menempati slot orbit tersebut, dengan perkataan lain apabila suatu Administrasi atau negara menghendaki suatu slot orbit wajib mempunyai satelit yang nyata secara fisik, tidak sekedar berusaha untuk mendapatkan slot orbit yang pada kenyataannya hanya paper satellite .
- Upaya Ditjen Postel
Menanggapi hal tersebut, sebagaimana telah dijelaskan dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo, pemerintah telah dan akan terus melaksanakan berbagai upaya untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan satelit yang ada. Dengan di-suppressnya filing slot orbit 150,5 BT, jika Indonesia memastikan akan menempatkan satelit pada slot orbit tersebut ataupun slot-slot orbit yang lain, maka setiap saat dapat melakukan filing kembali (re-filing) dengan menggunakan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Radio Regulation ITU. Dalam mekanisme pendaftaran filing satelit internasional, berlaku prinsip first come first served . Oleh karena itu, lebih awal melakukan pendaftaran adalah lebih baik.
Khusus slot orbit 150,5 BT Indonesia sudah melakukan re-filing pada bulan Mei 2007, dalam hal ini status koordinasi yang telah dijalankan sebelum status suppressed dapat dimanfaatkan untuk mempermudah melakukan koordinasi selanjutnya dengan melakukan negosiasi ke Administrasi negara-negara terkait.
Secara khusus, upaya-upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah yaitu :
- Menegakkan aturan yang sudah ada (Permen 13/2005 dan Permen 37/2006) secara tegas, terutama yang terkait pengelolaan filing satelit ke ITU.
- Bersama-sama stakeholders persatelitan nasional menyusun Roadmap Persatelitan nasional dan Peraturan Menteri yang nantinya diharapkan akan mengkolaborasi segala hal terkait penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan satelit sebagaimana diatur dalam aturan sebelumnya termasuk mengatur penggunaan slot orbit satelit dan mekanisme pemberian sanksi serta prosedur pendaftaran ke ITU yang lebih intensif.
- Terkait dengan filing PALAPA-C4 (150,5 BT) Indonesia telah melakukan koordinasi maksimal dengan ITU guna perencanaan penggunaan slot orbit 150,5 BT untuk kebutuhan penempatan satelit Indonesia , sebagaimana pula dilakukan terhadap filing PALAPA-C3-K (118 BT) yang telah terbukti berhasil baik sehingga filing PALAPA-C3-K (118 BT) tetap dapat digunakan oleh Indonesia.
Demikian klarifikasi dari Ditjen Postel ini disampaikan kepada publik, dengan tujuan untuk meluruskan berbagai kesimpang siuran pemberitaan dan memberi kesempatan kepada publik dan khususnya berbagai pihak yang terkait untuk mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya tentang masalah 150.5º BT ini.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto,
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766